Rabu, 22 Oktober 2008

Cerpen:Sepatu Gurita

Tentu bukan hal yang aneh bila yang datang adalah meteorit ataupun asteroid dengan berat beribu-ribu ton. Kami punya layer yang terbuat dari bahan khusus. Bahan yang telah ditemukan TeknikMaterial ITB. Layer itu mampu menahan beban dan hantaman dari benda angkasa yang tanpa kompromi bila singgah. Sehingga hujan meteor bukanlah hal yang perlu ditakuti lagi. Layer itu menyelimuti bumi mengganti ozon yang sudah terlalu uzur berumur.

Asiknya, aku tetap bisa memandang keindahan jagat raya yang sedang ramai-ramainya terjadi supernova. Ledakan-ledakan bintang terus-menerus menjadi sensasi bagi mahasiswa astronomi sepertiku. Kami kerap berkelakar bahwa tinggal tunggu waktu mataharilah yang menjadi pelaku supernova dan tata surya kami akan menjadi objek keindahan kembang api bagi astronom di galaksi lain. Sungguh kelakar yang tidak lucu.

Angkasa membuat selera humor kami menjadi aneh. Kami mudah begitu saja tertawa-tawa melihat meteor yang menghantam layer buatan manusia itu. Layer yang mencoba menggantikan layer buatan Allah. Kami melihat teknisi material sibuk terbang kesana-kemari meneliti kondisi layer takut bila ada sedikit retak yang mampu menjadi pertanda awal kiamat. Yang aneh adalah kami bisa tertawa bila seorang teknisi terhantam meteor karena salah perhitungan dan tubuhnya hancur dengan darah mengambang di bagian vakum dari atmosphere. Mudah Tertawa? Ini pertanda kiamat yang nyata.

Kami berhenti tertawa. Sebuah bencana bagi kami. Umat manusia sudah tahu bahwa seekor makhluk hidup sebenarnya telah melakukan perjalanan menuju tata surya kami. Perjalanan tersebut ia lakukan sejak manusia pertama turun ke bumi, Adam. Makhluk itu diperkirakan adalah jelmaan salah satu malaikat. Hanya perkiraan. Dan dia telah sampai ke galaksi bima sakti sekarang. Tentu saja perjalanannya selama itu. Karena jaraknya memang sangat jauh. Padahal makhluk itu bergerak dengan kecepatan seribu kali kecepatan cahaya. Butuh puluhan ribu tahun baginya untuk sampai ke sini. Tapi dia itu baik. Jangan samakan dengan alien yang mau menginvasi bumi dengan piring miliknya itu. Dia hanya datang berhenti di dekat bumi selama lima bulan kemudian mendekati matahari dan berevolusi seperti planet.

Aku sungguh terpukau saat pertama kali melihatnya. Makhluk itu datang dengan kecepatan yang mengagumkan. Tanpa alat khusus, aku tak akan mampu menangkap gerakannya saat datang. Saat dia diam kami bebas melihat. Makhluk itu memiliki kaki atau tangan yang banyak dan memakai sejenis sepatu atau sandal sebagai pelindung. Aku menamainya dengan salah satu spesies bumi yang telah punah , Gurita. Pertama kali melihatnya aku langsung jatuh cinta. Aku yang tak bisa mencintai manusia ini ternyata mampu mencintai gurita. Tapi aku patah hati saat dia pergi mendekati matahari. Meninggalkanku di bumi dengan beribu kekaguman yang tak terungkapkan. Lalu aku marah saat dia melempar salah satu sepatunya yang penuh tinta itu ke bumi. Tinta itu menghitamkan seluruh layer yang biasanya tembus pandang. Yang biasanya memberi kebebasan astronom untuk bereksplorasi dengan langitnya. Aku marah kepada gurita itu. Lebih-labih aku marah pada sepatu gurita.

Bumi gelap. Tak ada cahaya tumpah melimpah seperti dulu. Seperti kuburan setiap harinya. Untung kami sudah mampu menemukan sumber energi lain sebagai pengganti matahari. Kami mampu bertahan. Tidak, umat manusia mampu bertahan, tapi aku tidak mampu bertahan tanpa kekasihku. Tanpa langit sang kekasih yang satia kupandangi. Sepatu gurita sialan.

Tinta itu tinta yang amat khusus. Tampaknya tinta yang disimpan dalam sepatu gurita itu memang tinta super hitam yang mempunyai gaya adhesi amat kuat. Menempel pada layer menghitamkan bumi, menghitamkan duniaku. Aku sungguh malu pernah mencintai makhluk sialan yang menjadi penghitam duniaku.

Manusia yang ketakutan karena kegelapan abadi mulai bercerita aneh-aneh. Mereka mengira gurita itu adalah makhluk yang sama dengan makhluk yang mengantar adam dulu. Dan kini makhluk itu akan datang mengantarkan makhluk baru yang menggantikan posisi Bani Adam.

Terlalu banyak teori tentang kiamat pikirku. Kiamat hanya satu, yaitu kehancuran. Aku tak peduli masuk neraka ataupun surga. Surgaku adalah melihat angkasa. Andaipun aku masuk neraka, aku tak peduli, yang penting aku akan minta ke Tuhan agar aku bebas memandangi angkasa. Kini aku di neraka. Sepatu gurita sialan itu telah mengitamkan surgaku.

Sebuah ledakan yang amat keras terjadi. Stasiun bumi yang ditanam di bulan melaporkan aktivitas aneh dari si gurita terhadap matahari. Gurita itu melemparkan sepatunya ke arah matahari, setelah berhasil menghitamkan tujuh planet di tata surya kami. Tinta dari sepatunya itu memang bukan tinta sembarangan. Lidah api bereaksi lebih brutal menjilat planet yang terdekat dengannya dan menghancurkan merkurius.

Seperti menyadari sedang diamati oleh stasiun bumi di bulan, gurita melemparkan lagi salah satu sepatunya ke bulan.Bulan hitam. Layar LCD yang sedari tadi kami tatap menjadi hitam padam. Sementara gurita terus bekerja, kami hanya mampu mendengar tanpa mata. Ledakan itu begitu keras. Begitu dekat. Begitu lekas. Begitu cerdas.

Sisi warasku menyimpulkan. Gurita itu hadiah dari Tuhan yang terakhir menyambut kiamat. Hadiah terakhir sebagai bentuk kasihnya bagi umat manusia. Hadiah bagi umat manusia yang tak pernah bosan berdosa. Tuhan tak membiarkan kami melihat dahsyatnya kiamat. Tuhan menutupi dengan tinta dari sepatu gurita. Gurita yang bisa jadi adalah Isrofil dengan terompetnya. Terompet yang dimanifestasikan dengan tinta. Tinggal tunggu waktu saat suara-suara ledakan keras itu mendekat dan tata surya kami menjadi objek kembang api indah bagi astronom di galaksi lain.

Tiba-tiba aku terbangun dari mimpiku. Hanya mimpi. Huf..Aku harus bangun dan bekerja lagi. Mana sepatuku. Oh.. Ada banyak sekali sepatuku. Sejak kapan aku membeli sebanyak ini? Biarlah kupakai saja. Tunggu.. Kenapa kakiku juga banyak begini? Sejak kapan aku terlahir dengan kaki begini. Hei ada cermin. Wujudku aneh. Aku gurita!

Tiba-tiba terdengar suara, namaku disebut, ”Saudara Rio, anda dipanggil ke markas pusat untuk tugas penghitaman dan penghancuran Galaksi Bima Sakti.”

Tiba-tiba semuanya menjadi jelas. Kupakai sepatuku yang banyak itu dan bekerja. Kuakatakan dalam hati, “Ayo sepatu gurita, kita lumat mereka.”