Selasa, 07 Oktober 2008

Cerpen: Flu

Flu kurang ajar. Iblis mana yang beri aku penyakit terlaknat ini. Kepalaku..Oh..Kepalaku engkau seperti tidak pada tempatnya. Engkau seperti sedang menjadi bola voli proliga. Yang goyang..goyang goyang..Mereka..mereka tak mengerti tersiksanya aku. Duh ingin rasanya kusebarkan saja ini penyakit pada penjuru langit. Kutanam pada mentari dan rembulan. Biar mereka tak hanya menonton di langit sana. Menonton penderitaanku.
Flu. Penyakit remeh ini benar-benar tak bisa dianggap remeh dalam hal menyiksa. Sepertinya Tuhan menciptakan flu tepat setelah menciptakan neraka. Hingga amarah siksaannya masih tersisa. Masih berbekas. Bisa jadi yang membuatku amat berhasrat masuk surga karena tidak adanya flu yang tumbuh di tanah firdaus itu.

Apa penyebbnya? Simpel saja. Saat organ pencernaanmu kau mainkan dengan perubahan suhu nan ekstrem secara mendadak. Setelah makan baso pedas, hajar dengan minuman soda dingin, hajar lagi dnegan rujak penuh cabai. Habis..habis tenggorokkanmu. Tidur semalam dan keesokan harinya kau akan merasakan keganjilan dalam bernapas.

Obat..aku butuh obat..”Maaaah..obat di mana?”. Sambil mencari-cari di atas lemari es, aku bertanya pada Ibu.., ”Di kardus di bawah tempat tidur mungkin.” Jawab ibuku.
Dengan semangat kucari saja di kolong berdebu itu. Tempat yang aneh untuk menyimpan obat. Tapi kardus penyimpannya cukup melindungi obat dari debu. Tak ada. Beli..beli..Ke warung seberang jalan..aku berjalan..Dalam jarak 10 meter aku bisa melihat bahwa pagar warung tersebut tertutup rapat seperti orang kaya yang tak butuh uang lagi. Ya..masih suasana lebaran. Penjual-penjual pada kekenyangan ketupat hingga tak kuat membuka tokonya. Biarlah aku pulang,mungkin tadi nyari di kolong tempat kurang tu’maninah,sehingga ada yang terlewat..

Sampai di rumah telungkuplah lagi aku di lantai mengudek-udek kolong tempat tidur mengambil kardus wadah obat. Tetap tak ada. Oh iya. Di blok sebelah kan ada apotek. Ke sana ah. Kupinjem sepeda sepupu, melaju kencang ke surga obat. Dalam jarak dua puluh meter aku tersadar, toko di sana kan sudah lama tutup. Toko yang penjualnya sulum(sulit senyum). Mungkin gara-gara wabah sulum itulah toko tersebut tutup. Dan gara-gara wabah flu ini aku harus keringatan sepedahan ke sana kemari. Sampai di rumah, aku terengah-engah. Duh..cape..Tapi tunggu,,Kok bisa terengah-engah..Hidungku lugbangnya dua (itu mah dari dulu juga segitu)..Tapi yang berfungsi benar-benar dua. Tak ada mampet-mapetan atau sumbat-sumbatan gara-gara flu. Aku..aku..lumayan sembuh..Sakit kepala tak hilang sepenuh hati..Masih goda-menggoda untuk datang kembali..Tapi yang penting napasku lega..Mungkin aku memang butuh olah raga..

Tidak ada komentar: