Jumat, 31 Desember 2010

Be a Lovely Mentor


Mengapa kita harus menjadi mentor? Pertanyaan ini terus mengiang di kepala berhubung saya sedang menjadi penyelenggara sekolah calon mentor. Sungguh amat banyak alasan

Dulunya saya berpikir bahwa mentor itu adalah tukang pidato islam yang bicaranya harus penuh ayat dan hadits. Namun setelah mengalaminya sendiri, semua itu berubah. Mentor adalah pendidik, pelatih, Pembina dan lebih dari sekedar rekaman tausyiah yang menyampaikan pidato. Mentor adalah bagaikan orangtua yang membimbing anak terkasih, agar senantiasa berada dalam kebaikan. Pun orang tua tidak bisa melindungi anak dari hujan, toh iya tetap mencintainya dan ingin agar ia terlindungi dari hujan, maka ia membeli payung. Meski orang tua tidak bisa mengaji, toh ia tetap mencintai putra atau putrinya sehingga mendatangkan guru ngaji, dan berusaha agar anaknya pintar ngaji, melalui orang lain. Walaupun orangtua ada yang tidak pintar akibat kuliah, mereka tetap mencintai anaknya dan ingin anaknya jadi sarjana, maka orangtua menyekolahkan anaknya dari TK sampai SMA bahkan lulus sarjana dan S3.

Mentor yang menghilangkan spirit orang tua ini umumnya akan gagal dan berakhir sebagai tukang bicara di depan adik mentor saja. Belajar dari pengalaman, mentor yang baik adalah mentor yang mampu menjalin suatu benang ikatan hati antara mentor dan mentee (adik mentor). Ikatan hati yang berlandaskan iman itu berbuah menjadi ikhtiar agar adik mentor menjadi makin baik, apapun itu caranya. Meski mentor tak mampu public speaking toh ia mencintai menteenya. Meski mentor tak mampu bayar pulsa untuk menjarkom toj ia tetap mencintai menteenya. Meski mentor punya banyak dosa, toh siapa yang tidak dan ia masih tetap mencitainya.

Meski mentor seakan-akan tidak layak menjadi contoh bagi mentee, toh ia selalu mencintai menteenya. Dan cinta itu yang menjembatani segala keterbatasan dengan indahnya mimpi. Semua Keterbatasan itu tak mampu menghentikan langkahnya dari kesuksesan. Ia punya cinta yang siap ia bagikan kepada mentee, dan itu pupuk yang cukup untuk melatih seseorang menjadi luar biasa melalui mentoring.

Dengan segala keterbatasannya, bermodalkan cinta yang ada di dalam dada, ia fokus pada tujuan: bahwa adik mentornya harus ia buat pintar, harus ia buat sholeh, harus ia jadikan muslim yang utuh, apapun caranya. Karena energy kemauan yang menyeruak dari benih cinta ini, ia mencari berbagai solusi alternative, tak ada rotan akar pun jadi, tak ada akar, batang singkong pun jadi. Tak bisa jadi pembicara, ia ajak adik mentornya ikut kajian di masjid dekat rumah. Tak ada pulsa, ia buat coordinator kelompok sehingga yang menjarkom adalah coordinator kelompok. Saat tahu ia banyak dosa, ia berusaha bertobat dan menyontohkan suatu amalan yang ia bisa. Atau tidak, ia mengajak adik mentor berkunjung ke rumah seorang sahabat yang rajin shalat malam, agar mentee mampu meniru kekuatan sholatnya, meski si mentor belum mampu sholat malam, toh mereka akhirnya belajar bersama. Apakah hina? Sama sekali tidak, itu adalah tindakan patriotism di tengah berbagai keterbatasan. Ia ingin menjadi solusi permasalahan umat, di tengah berbagai kekurangannya. Ia menghindari tindakan manusia yang meratapi berbagai kekurangannya dan tidak mau memberi meski sedikit. Ia berusaha berkontribusi dengan cara menjadi mentor.

Maka menjadi mentor bukanlah sekedar tukang pidato. Mentor adalah bagaikan suatu mesin penuh rasa cinta yang mengubah si bodoh menjadi pintar. Biidznillaah, InsyaAllah

Tidak ada komentar: